Berbisnis kartu Pokémon, mungkin masih terdengar asing di telinga kita. Namun, bisnis menguntungkan ini telah digeluti oleh Farhan Ubaidillah selama tiga tahun terakhir. Farhan merupakan mahasiswa program studi Statistika Universitas Gadjah Mada angkatan 2022. Siapa sangka berawal dari karakter favoritnya semasa sekolah dasar (SD), Farhan dapat meraup keuntungan yang cukup fantastis. Ketertarikan terhadap game Pokémon sudah ada sejak ia kelas 1 SD. Lalu saat kelas 5 SD, ia pergi ke sebuah mall dan melihat satu box kartu Pokémon seharga Rp750.000. Ia sangat menginginkan kartu tersebut, tetapi karena tidak memiliki cukup uang, ia tidak dapat membelinya. Empat tahun kemudian, tepatnya sekitar tahun 2019, ia melihat kembali box kartu yang sama dengan harga 20 juta rupiah. Dari situlah, ia mulai tertarik dan berpikir bagaimana harga satu box kartu tersebut bisa naik secara drastis. Setelah melakukan riset secara mandiri, Farhan menemukan fakta bahwa adanya supply dan demand menyebabkan terjadinya kenaikan harga pada box kartu tersebut. Semakin langka suatu barang, semakin tinggi pula harganya.
Permainan kartu Pokémon merupakan hobi yang cukup mahal. Saat pertama kali datang ke acara Pokémon, Farhan masih duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah atas (SMA). Pada acara tersebut, ternyata ia merupakan pengunjung termuda. Kebanyakan dari pengunjung acara tersebut merupakan orang dewasa yang ingin bernostalgia dengan masa kecilnya. Saat itulah Farhan melihat adanya peluang bisnis di bidang ini. Dari acara tersebut, ia pun melihat bahwa kartu Pokémon versi bahasa Indonesia masih terbilang undervalue dan langka di kancah internasional. Oleh karena itu, pada tahun 2020, ia mencoba terjun ke dunia bisnis ini dengan target pasar internasional.
Farhan mulai menjual kartu Pokémon tersebut melalui Facebook, eBay, bahkan mengirimkan email secara pribadi kepada kolektor kartu Pokémon. Dari ratusan email yang ia kirim, hanya belasan email yang mendapat respon positif dan berminat untuk melanjutkan transaksi. Namun, belasan email inilah yang akhirnya berlanjut ke transaksi-transaksi selanjutnya dengan jumlah pesanan mencapai ribuan dollar Amerika per bulan.
Pada transaksi pertama, Farhan berhasil menjual kartu Pokémon dengan mematok harga sebesar 200 USD. Jika dikonversikan ke nilai rupiah, harga ini setara dengan Rp3.000.000. Nilai keuntungan ini cukup fantastis sebagai langkah awalnya karena ia membeli kartu Pokémon tersebut hanya seharga Rp200.000. Kenaikan harga tersebut terjadi karena kartu yang ia jual merupakan kartu yang banyak diminati oleh banyak orang pada saat itu. Dari sini, ia mulai belajar cara membaca pasar untuk kartu-kartu Pokémon yang akan ia jual. Pada bisnis ini, Farhan harus selalu update dengan keadaan pasar karena naik-turunnya harga kartu sangatlah cepat. Harga kartu termahal yang pernah ia jual adalah sebesar Rp12.000.000 untuk satu kartu.
Sejauh ini, Farhan belum pernah mengalami kerugian. Salah satu taktik yang ia terapkan adalah dengan tidak menjual kartu yang sedang turun harganya. Ia akan menjual kembali kartu tersebut ketika harganya kembali naik. Dengan begitu, ia akan selalu mendapatkan keuntungan. Ia pun menuturkan bahwa ia tidak pernah merasa bersalah dalam mematok harga. Baginya, selama value yang diberikan lebih besar daripada harganya dan pelanggan merasa senang, akan terjadi keadilan dalam transaksi tersebut. Tantangan terbesar baginya dalam bisnis ini adalah bagaimana caranya ia dapat tidur tenang pada malam hari dengan mempertaruhkan uang puluhan juta yang belum tentu selamat sampai ke pelanggannya.
Menurut Farhan, saat ini pencapaian terbesar baginya adalah tidak bergantung secara finansial kepada orang tua. Dengan bisa hidup mandiri pun Farhan sudah cukup bangga dengan dirinya. Baginya, waktu merupakan mata uang yang berharga. Tidak memiliki modal bukanlah masalah yang berarti dalam memulai usaha. Cukup dengan menjualkan barang milik orang lain pun bisa menjadi modal usaha. Ia memiliki rekomendasi buku untuk belajar finansial, yaitu “The Millionaire Fastlane” karya M. J. DeMarco. “Jangan biarkan keinginan untuk lebih, membuat lupa bersyukur dengan apa yang cukup.” pungkas Farhan.
0 Comments